Indahnya Papandayan



Perjalanan saya ke Gunung Papandayan yg terletak dekat kota Garut ini berjarak kurang lebih sekitar dua minggu dari perjalanan saya sebelumnya ke Anak Gunung Krakatau. Berawal dari ajakan teman melalui sms, teman saya yang bertemu pada saat ke Anak Gunung Krakatau kemarin, akhirnya saya memutuskan untuk ikut mengeksplorasi gunung yang satu ini. 

Papandayan merupakan gunung yang terkenal dengan keindahan alamnya. Dari mulai bebatuan, danau, belerang yang masih aktif, sampai padang edelweiss yang masih rimbun. Gunung ini sempat beberapa kali meletus di antaranya pada tahun 1773, 1923, 1942, 1993, dan 2003. Letusan besar terjadi pada tahun 1772 yang menghancurkan sedikitnya 40 desa dan menewaskan sekitar 2951 orang. Daerah yang tertutup longsoran mencapai 10 km dengan lebar 5 km. Dan terakhir sebelum lebaran kemarin, gunung yang satu ini kembali aktif yang mengakibatkan akses kesana ditutup. 

Perjalanan saya ke Papandayan direncanakan mulai pada tanggal 24 Juni - 26 Juni 2011.  Selepas pulang kantor saya langsung bergegas menuju terminal Lebak Bulus bersama seorang teman saya. Dengan packing seadanya kami menuju terminal karena sudah hampir terlambat. Sesampainya disana, untung saja bus terakhir dari Lebak Bulus menuju Garut belom berangkat, dan teman kami yang lain pun sudah menaiki bus tersebut. Ternyata, kita bukan yang terakhir, karena ada 2 lagi teman kita yang ketinggalan, dan akhirnya diputuskan untuk bertemu di terminal Guntur, Garut. 

Tak terasa 5 jam sudah kami di jalan dan sampai di terminal Guntur, Garut. Di terminal ini, kami beristirahat sejenak, beribadah dan tidak lupa mencari sarapan untuk mengisi perut sebelum mulai menuju Papandayan. Setelah merapikan packing, menambah sedikit perbekalan, kami pun mencari angkutan menuju pintu masuk Papandayan. Dari terminal ada beberapa alternatif yaitu menggunakan elf kemudian oper dengan ojek atau carter angkot. Akhirnya kami memilih mencarter angkot dengan sedikit terpaksa dan sedikit omelan dari sang sopir angkot karena harga yang kita bayar tidak sesuai keinginan dia, yaitu sebesar Rp 150.000 jauh dari permintaan dia yang sebesar Rp. 250.000. Posisi kami disini sedikit terdesak dan sebetulnya tidak mau menuruti permintaan dari sang sopir dan orang-orang disitu, tapi akhirnya sang sopir pun mengalah dengan mengomel daripada tidak dapat sama sekali dan mengantar kami ke pintu masuk Papandayan. Meskipun di jalan terlihat ngawur dan ugal-ugalan, Alhamdulillah kami sampai dengan selamat di pintu masuk Papandayan.


Di pos masuk ini, kami merapikan barang bawaan, numpang toilet, melapor ke petugas dan membayar sedikit retribusi *saya lupa besarannya berapa, kemudian kami juga bertanya tentang rute pendakian (*iya benar, disini kita benar-benar bertanya tentang rute yang tidak kita ketahui sebelumnya :D). Dari rute yang dijelaskan petugas, kita mencari spot yang bagus untuk dikunjungi, akhirnya kita bergegas untuk mulai trekking menuju pondok selada. 

Rute trekking pun diawali dengan jalan berbatu yg perlahan-lahan naik. Disamping kanan kiri terlihat semak-semak daun yang makin keatas makin berkurang. Hari itu sinar matahari sangat terik, padahal hari masih pagi. Setelah lepas dari semak-semak tadi, kita akan bisa melihat pemandangan kota garut dari atas, meskipun dari titik yang kurang tinggi, tapi kita bisa melihat garut dengan bebas. Perjalanan pun kami teruskan menuju Pondok Selada, tempat yang rencananya akan jadi tempat kami mendirikan tenda. Menuju Pondok Selada kami mengambil jalan pintas yang ternyata jalurnya curam dan naik sedikit ekstrim, memang lebih cepat tapi lumayan fisik cepat lelah.


Sekitar pulul 10 pagi kami pun sampai di Pondok Selada. Disini ternyata sangat ramai karena sudah terdapat beberapa tenda yang berdiri. Ada beberapa keluarga yang membawa keluarganya untuk kemah bersama disini dan juga beberapa rombongan lain. Kami pun mulai mencari areka sebagai tempat kami mendirikan tenda. Meskipun waktu masih pagi, ternyata kami memulai hari dengan memasak, iya memasak ! sepertinya pada lapar karena tidak mendapatkan asupan sarapan yang cukup. Di pondok Selada ini sebenarnya area yang cukup enak, karena terdapat mata air dan akses ke bawah atau atas cukup dekat. Untuk mendirikan tenda sebenarnya ada beberapa alternatif, bisa di Selada tempat kami sekarang, Gooberhut (*atau apa ya namanya?) yang katanya bagus untuk melihat sunrise, sempat kami ingin berkemah disini tapi teman saya satunya lagi ingin berkemah di Tegal Alun yang ternyata tidak disarankan, meskipun tempatnya lapang dan terdapat mata air, karena biasa dibuat tempat minum babi hutan. 


Selesai menyiapkan tempat "menginap" kami dan mengisi perut, kami pun mulai istirahat sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk naik ke puncak papandayan yang memang tidak ada tugu triangulasi dan masih tertutup pepohonan. Selesai duhur, kami pun memulai perjalanan kami menuju puncak Papandayan. Hanya berbekal daypack dan beberapa botol air minum serta tentunya tidak lupa kamera, kami mulai perjalanan dari rute yang terlihat jelas dari Pondok Selada, yaitu jalur yg terlihat seperti mendaki tebing karena memang terlihat curam.  

Sekitar pukul 2-3 siang kami sampai di puncak Papandayan, kami tidak sadar sampai di puncak karena memang jalurnya tidak jelas dan jika tidak diberi tahu oleh rombongan pendaki lain, kami mungkin tidak tahu bahwa sudah berada di puncak. Sepanjang jalan menuju puncak, anda akan menemui padang edelweiss yang luar biasa lebat dan indah :)
Di puncak kami sempat bertanya-tanya dengan rombongan lain mengenai rute yang akan kami lewati esok hari karena ingin melalui jalur yang berbeda. Setelah beberapa saat akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke perkemahan setelah tentunya berfoto sebagai oleh-oleh dikala kembali nanti. Saat turun kami sempat berhenti lama di jalur curam tadi, untuk menikmati sunset dari posisi tersebut.


Malam pun tiba, setelah ritual makan malam dll, kami pun berkenalan dengan sesama penghuni Pondok Selada malam itu, saling berbagi cerita sambil menikmati suasana malam di Papandayan. Langit malam itu sangat cerah, tanpa tertutup awan, bintang terlihat sangat jelas bertaburan di langit, sampai kadang kita berhitung jumlah bintang jatuh yang ada malam itu. Meskipun angin malam itu lumayan kencang dan sering berhembus, tapi tidak mengurangi niat kita untuk sejenak menikmati momen yang jarang kita dapat ketika berada di hiruk pikuknya ibukota. 


Keesokan paginya, kami berencana melihat sunrise dari goverhut (*tolong koreksi jika ada yang tahu namanya) tapi ternyata tidak ada yag bangun pagi, dan memang semalam angin sangat kencan, saya sendiri entah tidur atau tidak malam itu. Sedikit bingung bagaimana mencari momen sunrise, akhirnya saya bersama seorang kenalan tenda sebelah yang ternyata merupakan petugas papandayan tersebut, berjalan melewati sisi lain dari Pondok Selada yang ternyata cukup memuaskan saya menikmati pagi di Papandayan :)


Setelah sarapan dan berkemas, kami berencana turun melalui jalur yang berbeda, melewati hutan mati dan akhirnya turun sampai pos pendakian. Disaat turun ini rombongan kami terpisah, ada yang terlebih dahulu jalan dan ada yang tercecer dibelakang karena terlalu lama foto dan berputar, termasuk saya  hahaha. Jalur turun curam dan berbatu, sempat bingung dan tidak didukung cuaca yang tiba-tiba saja mendung, diselingi asap belerang, alhamdulillah kami bisa sampai di bawah dan mampir di salah satu kawah dan akhirnya sampai juga di pos pendakian. Di pos pendakian ini kami membersihkan diri, mengisi perut alias menghabiskan logistik pendakian dan bersiap pulang menuju Jakarta.

Alhamdulillah dapat kembali di tempat masing-masing dengan selamat, bertemu teman baru dan perngalaman baru pula :)

See you on my next trip !
berikut beberapa hasil olah tkp dari papandayan


nb: semua foto di blog tentang catatan perjalanan merupakan hasil sendiri














"because you only live once !"




Lifescapes

random thoughts and passion of my life

About Me

My Photo
bhagas
sleep deprived person
View my complete profile

Blog Archive