Indahnya Papandayan



Perjalanan saya ke Gunung Papandayan yg terletak dekat kota Garut ini berjarak kurang lebih sekitar dua minggu dari perjalanan saya sebelumnya ke Anak Gunung Krakatau. Berawal dari ajakan teman melalui sms, teman saya yang bertemu pada saat ke Anak Gunung Krakatau kemarin, akhirnya saya memutuskan untuk ikut mengeksplorasi gunung yang satu ini. 

Papandayan merupakan gunung yang terkenal dengan keindahan alamnya. Dari mulai bebatuan, danau, belerang yang masih aktif, sampai padang edelweiss yang masih rimbun. Gunung ini sempat beberapa kali meletus di antaranya pada tahun 1773, 1923, 1942, 1993, dan 2003. Letusan besar terjadi pada tahun 1772 yang menghancurkan sedikitnya 40 desa dan menewaskan sekitar 2951 orang. Daerah yang tertutup longsoran mencapai 10 km dengan lebar 5 km. Dan terakhir sebelum lebaran kemarin, gunung yang satu ini kembali aktif yang mengakibatkan akses kesana ditutup. 

Perjalanan saya ke Papandayan direncanakan mulai pada tanggal 24 Juni - 26 Juni 2011.  Selepas pulang kantor saya langsung bergegas menuju terminal Lebak Bulus bersama seorang teman saya. Dengan packing seadanya kami menuju terminal karena sudah hampir terlambat. Sesampainya disana, untung saja bus terakhir dari Lebak Bulus menuju Garut belom berangkat, dan teman kami yang lain pun sudah menaiki bus tersebut. Ternyata, kita bukan yang terakhir, karena ada 2 lagi teman kita yang ketinggalan, dan akhirnya diputuskan untuk bertemu di terminal Guntur, Garut. 

Tak terasa 5 jam sudah kami di jalan dan sampai di terminal Guntur, Garut. Di terminal ini, kami beristirahat sejenak, beribadah dan tidak lupa mencari sarapan untuk mengisi perut sebelum mulai menuju Papandayan. Setelah merapikan packing, menambah sedikit perbekalan, kami pun mencari angkutan menuju pintu masuk Papandayan. Dari terminal ada beberapa alternatif yaitu menggunakan elf kemudian oper dengan ojek atau carter angkot. Akhirnya kami memilih mencarter angkot dengan sedikit terpaksa dan sedikit omelan dari sang sopir angkot karena harga yang kita bayar tidak sesuai keinginan dia, yaitu sebesar Rp 150.000 jauh dari permintaan dia yang sebesar Rp. 250.000. Posisi kami disini sedikit terdesak dan sebetulnya tidak mau menuruti permintaan dari sang sopir dan orang-orang disitu, tapi akhirnya sang sopir pun mengalah dengan mengomel daripada tidak dapat sama sekali dan mengantar kami ke pintu masuk Papandayan. Meskipun di jalan terlihat ngawur dan ugal-ugalan, Alhamdulillah kami sampai dengan selamat di pintu masuk Papandayan.


Di pos masuk ini, kami merapikan barang bawaan, numpang toilet, melapor ke petugas dan membayar sedikit retribusi *saya lupa besarannya berapa, kemudian kami juga bertanya tentang rute pendakian (*iya benar, disini kita benar-benar bertanya tentang rute yang tidak kita ketahui sebelumnya :D). Dari rute yang dijelaskan petugas, kita mencari spot yang bagus untuk dikunjungi, akhirnya kita bergegas untuk mulai trekking menuju pondok selada. 

Rute trekking pun diawali dengan jalan berbatu yg perlahan-lahan naik. Disamping kanan kiri terlihat semak-semak daun yang makin keatas makin berkurang. Hari itu sinar matahari sangat terik, padahal hari masih pagi. Setelah lepas dari semak-semak tadi, kita akan bisa melihat pemandangan kota garut dari atas, meskipun dari titik yang kurang tinggi, tapi kita bisa melihat garut dengan bebas. Perjalanan pun kami teruskan menuju Pondok Selada, tempat yang rencananya akan jadi tempat kami mendirikan tenda. Menuju Pondok Selada kami mengambil jalan pintas yang ternyata jalurnya curam dan naik sedikit ekstrim, memang lebih cepat tapi lumayan fisik cepat lelah.


Sekitar pulul 10 pagi kami pun sampai di Pondok Selada. Disini ternyata sangat ramai karena sudah terdapat beberapa tenda yang berdiri. Ada beberapa keluarga yang membawa keluarganya untuk kemah bersama disini dan juga beberapa rombongan lain. Kami pun mulai mencari areka sebagai tempat kami mendirikan tenda. Meskipun waktu masih pagi, ternyata kami memulai hari dengan memasak, iya memasak ! sepertinya pada lapar karena tidak mendapatkan asupan sarapan yang cukup. Di pondok Selada ini sebenarnya area yang cukup enak, karena terdapat mata air dan akses ke bawah atau atas cukup dekat. Untuk mendirikan tenda sebenarnya ada beberapa alternatif, bisa di Selada tempat kami sekarang, Gooberhut (*atau apa ya namanya?) yang katanya bagus untuk melihat sunrise, sempat kami ingin berkemah disini tapi teman saya satunya lagi ingin berkemah di Tegal Alun yang ternyata tidak disarankan, meskipun tempatnya lapang dan terdapat mata air, karena biasa dibuat tempat minum babi hutan. 


Selesai menyiapkan tempat "menginap" kami dan mengisi perut, kami pun mulai istirahat sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk naik ke puncak papandayan yang memang tidak ada tugu triangulasi dan masih tertutup pepohonan. Selesai duhur, kami pun memulai perjalanan kami menuju puncak Papandayan. Hanya berbekal daypack dan beberapa botol air minum serta tentunya tidak lupa kamera, kami mulai perjalanan dari rute yang terlihat jelas dari Pondok Selada, yaitu jalur yg terlihat seperti mendaki tebing karena memang terlihat curam.  

Sekitar pukul 2-3 siang kami sampai di puncak Papandayan, kami tidak sadar sampai di puncak karena memang jalurnya tidak jelas dan jika tidak diberi tahu oleh rombongan pendaki lain, kami mungkin tidak tahu bahwa sudah berada di puncak. Sepanjang jalan menuju puncak, anda akan menemui padang edelweiss yang luar biasa lebat dan indah :)
Di puncak kami sempat bertanya-tanya dengan rombongan lain mengenai rute yang akan kami lewati esok hari karena ingin melalui jalur yang berbeda. Setelah beberapa saat akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke perkemahan setelah tentunya berfoto sebagai oleh-oleh dikala kembali nanti. Saat turun kami sempat berhenti lama di jalur curam tadi, untuk menikmati sunset dari posisi tersebut.


Malam pun tiba, setelah ritual makan malam dll, kami pun berkenalan dengan sesama penghuni Pondok Selada malam itu, saling berbagi cerita sambil menikmati suasana malam di Papandayan. Langit malam itu sangat cerah, tanpa tertutup awan, bintang terlihat sangat jelas bertaburan di langit, sampai kadang kita berhitung jumlah bintang jatuh yang ada malam itu. Meskipun angin malam itu lumayan kencang dan sering berhembus, tapi tidak mengurangi niat kita untuk sejenak menikmati momen yang jarang kita dapat ketika berada di hiruk pikuknya ibukota. 


Keesokan paginya, kami berencana melihat sunrise dari goverhut (*tolong koreksi jika ada yang tahu namanya) tapi ternyata tidak ada yag bangun pagi, dan memang semalam angin sangat kencan, saya sendiri entah tidur atau tidak malam itu. Sedikit bingung bagaimana mencari momen sunrise, akhirnya saya bersama seorang kenalan tenda sebelah yang ternyata merupakan petugas papandayan tersebut, berjalan melewati sisi lain dari Pondok Selada yang ternyata cukup memuaskan saya menikmati pagi di Papandayan :)


Setelah sarapan dan berkemas, kami berencana turun melalui jalur yang berbeda, melewati hutan mati dan akhirnya turun sampai pos pendakian. Disaat turun ini rombongan kami terpisah, ada yang terlebih dahulu jalan dan ada yang tercecer dibelakang karena terlalu lama foto dan berputar, termasuk saya  hahaha. Jalur turun curam dan berbatu, sempat bingung dan tidak didukung cuaca yang tiba-tiba saja mendung, diselingi asap belerang, alhamdulillah kami bisa sampai di bawah dan mampir di salah satu kawah dan akhirnya sampai juga di pos pendakian. Di pos pendakian ini kami membersihkan diri, mengisi perut alias menghabiskan logistik pendakian dan bersiap pulang menuju Jakarta.

Alhamdulillah dapat kembali di tempat masing-masing dengan selamat, bertemu teman baru dan perngalaman baru pula :)

See you on my next trip !
berikut beberapa hasil olah tkp dari papandayan


nb: semua foto di blog tentang catatan perjalanan merupakan hasil sendiri














"because you only live once !"




Escape to Krakatoa



Beberapa bulan belakangan menjadi bulan yg berwarna bagi saya pribadi. Mengunjungi berbagai tempat di Indonesia, mengagumi ciptaan-Nya serta mencoba menyegarkan kembali pikiran diantara padatnya rutinitas kerja dan kehidupan kota Jakarta. 

Perjalanan pertama yang akan saya ceritakan kali ini adalah ketika saya berkesempatan mengunjungi salah satu gunung yang mungkin sudah dikenal banyak orang di dunia, Anak Gunung Krakatau. Anak Gunung Krakatau merupakan gunung yang terbentuk setelah letusan dahsyat Gunung Krakatau pada tahun 1883. Selain mengagumi keindahan Krakatau, kami juga akan melihat keindahan bawah laut pulau-pulau di sekitar Krakatau dari mulai pulau Umang, Sebuku Kecil dan Lagoon Cabe. Perjalanan ini sendiri menurut jadwal, memakan waktu 2 hari 1 malam dimulai dari keberangkatan pada hari Jumat tanggal 10 Juni 2011 dan akan selesai pada hari Minggu, 12 Juni 2011.

Hari Jumat tanggal 10 Juni 2011, selepas pulang kantor, saya pun bergegas menuju terminal Kp. Rambutan beserta teman saya. Disana kami bertemu dengan rombongan lain yang belom pernah kami kenal dan temui sebelumnya. Saya pun berkenalan dengan masing-masing peserta dan berterima kasih telah membuat acara jalan bersama yg dibuka untuk umum ini :).

Total rombongan kami berjumlah 26 orang. Dari terminal Kp. Rambutan sekitar pukul 22.00 kamipun bergegas naik bis menuju pelabuhan Merak dimana disana sudah ada kawan kami yang menunggu yang juga akan mengikuti perjalanan kali ini.

Sekitar pukul 01.00 Sabtu dini hari, rombongan pun sampai di pelabuhan Merak dan bertemu rekan kami yang bergabung disana. Dari pelabuhan Merak kami akan menuju dermaga Bakauheni menggunakan kapal penyebrangan. Perjalanan diatas kapal ini membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Pagi hari sekitar subuh, kami pun sampai di Bakaheuni. Perjalanan dilanjutkan menuju Dermaga Canti yang memakan waktu kurang lebih sekitar 1 jam. Dari Canti inilah perjalanan ekplorasi Krakatoa dimulai.

Kami menggunakan kapal yang sudah dicarter sebelumnya, perjalanan pertama kali adalah mengunjungi pulau Sebuku, yang tidak jauh dari dermaga Canti. Disini kita bisa melihat hamparan pasir putih dan laut yang masih bening, tidak terlalu banyak campur tangan manusia yang ada di pulau ini sehingga keindahannya masih sangat terjaga. Di pulau ini ada beberapa teman kami yang bersnorkel ria, ada pula yg berburu foto. Tidak lama waktu kami lanjutkan di pulau ini, karena tujuan selanjutnya sudah menanti yaitu pulau Umang, disini juga merupakan spot yang bagus untuk snorkeling. Selesai bermain di laut, banyak teman yang tertidur di kapal, karena hari menjelang siang, kamipun menuju pulau Sebesi untuk bersih diri dan makan siang.


Setelah acara makan siang dan mandi, perjalanan pun dilanjutkan untuk menuju Anak Gunung Krakatau. Disinilah akhirnya nanti kami memutuskan untuk mendirikan tenda dan bermalam di pinggir pantai. Dalam perjalanan kesana pun terlihat bahwa gunung yang satu ini merupakan gunung yang aktif, tidak jarang letusan abu atau batu sering terlihat, dengan asap dan awan yg menjulang tinggi di angkasa. Menjelang senja kami sampai di Anak Karakatau, cobalah naik sedikit, menuju ke arah barat agar dapat menikmati indahnya sunset disini, dari sini pula anda dapat menikmati pemandangan sekitar Krakatau dan pulau-pulau yang mengelilinginya.

Pada malam harinya, acara dilanjutkan dengan bakar ikan, memasak makanan, atau sekadar tiduran di pantai menikmat malam di pantai. Sebuah suasana yang indah dengan langit yang cerah sehingga anda bisa menyaksikan banyaknya bintang di langit. Keesokan paginya, bangunlah lebih awal agar dapat melihat indahnya matahari terbit. Jangan lupa untuk naik sedikit di punggung Krakatau agar pemandangan lebih jelas terlihat.

Ada pengalaman menarik ketika saya dan beberapa teman naik ke punggung Anak Krakatau, untuk menikmati momen matahari terbit, setelah asik foto-foto, mengobrol dan mencoba  mengekplorasi keindahan gunung yang satu ini, tiba-tiba saja Krakatau terbangun dari tidurnya dan melemparkan awan dan debu panas serta batu pijar kemerahan dari dalam perutnya, sontak kami yang berada sangat dekat disanapun berlari turun agar tidak terkena "batuk" Krakatau. Tapi memang dasarnya maniak foto, dan penikmat momen tertentu, tetap saja kita berfoto di momen langka ini, sambil terus berlari turun kebawah. Alhamdulillah kami bisa turun dengan selamat tanpa terkendala apapun.

Akhir kata perjalanan ini sungguh berkesan, karena tidak hanya cerita yang ada selama perjalanan, namun juga keindahan yang masih alami serta teman seperjalanan yang luar biasa. Meskipun saya baru sampai di rumah pada senin pukul 05.00 pagi, tapi saya puas dengan perjalanan saya kali ini.

Berikut sedikit rincian biaya secara kasar untuk kesana:
Bis Jakarta - Merak/pp    Rp 34.000
Kapal Ferry Merak/pp - Bakaheuni /pp  Rp 22.000
Sewa pelampung/ lifevest Rp 15.000
Sharing Cost
Sewa Angkot/ pp 300.000/13  Rp  23.000
Sewa Kapal 2 hari    Rp 2.500.000/ 25 =   Rp 100.000
Guide Rp.200.000/ 25  Rp 8000
Makan 5x plus bakar2 an ikan Rp 60.000
Total Rp 262.000

Kurang lebih sekitar itu biaya yang dikeluarkan, terima kasih kepada semua yang mewujudkan perjalanan ini, dan teman-teman yang sudah mengadakan dan memperbolehkan saya ikut pada perjalanan kali ini.
Happy Travelling !









Makanan Organik

Bahan makanan organik

Beberapa hari yang lalu saya memutuskan mampir di salah satu restoran cepat saji yang ada di pinggir jalan saat saya sedang melakukan perjalanan ke tempat teman saya. Pada saat memesan menu makanan, penjual makanan pun memberi tahu bahwa hanya tersedia nasi organik saja, saya bilang tidak masalah, kemudian memesan makan dan menghabiskannya karena memang sudah lapar sedari tadi. 

Hal iseng yang terlintas dikepala saya adalah hal yang diucapkan penjual tadi mengenai nasi organik, memang produk organik sudah lama dijadikan menu makanan di tempat satu ini dan sudah lewat masa hebohnya (*mungkin ) tapi tetap saja, bukannya nasi itu semua harusnya organik ya? jika kita melihat pengertian dari organik itu sendiri. Organik dalam pembuatan makanan itu sendiri tanpa mengandung pestisida dan bahan kimiawi pabrik lainnya. Berarti selama ini kita makan pestisida donk ?? *emang kenyataannya seperti itu, sayur,buah,daging dll saat ini hampir semuanya menggunakan pestisida dan berbagai macam bahan kimia. 

Kenapa gak sedari dulu ya ? Dan lucu jg jika kita memakan yang organik memakan biaya tambahan, padahal kan memang pembutannya tidak memerlukan berbagai macam hal sintetis yang menambah biaya, malahan harusnya lebih murah (*maunya haha) karena tidak menambahkan hal-hal kimia aneh tadi..Ya itu sekedar hal iseng yang terlintas di pikiran saya tanpa mengetahui alasan dibalik penambahan biaya tersebut. Yang pasti semua yg berbau cepat saji dan berbahan kimia memang tidak baik bagi tubuh. Banyak riset dan studi menyebutkan hal ini, anda bisa mencarinya di google kalaupun anda mau :)


Dari sinipun saya penasaran, bagaimana pembuatan segala macam makanan yang organik ini ? Ternyata memang segala hal yang berbau organik ini juga harus mendapat sertifikasi organik, dari cara pembuatan, bahan makanan hewan ternaknya misalnya, dan lingkungan tempat memproduksi makanan organik ini. Sertifikasi ini diberikan oleh Indonesian Organic Farming Inspection & Certification (Inofice) yang mengikuti standar dunia mengenai makanan organik. Makanan organik ini menjadi bisnis yang lumayan besar saat ini, dari MLM, ekspor impor sampai yang lain. 

Drupadi istri siapa ??


Ide membuat tulisan kali ini datang dari seorang teman yang tiba-tiba mengirim pesan kepada saya, dan bertanya kepada saya, "Siapakah suami dari Drupadi ?? ", karena memang saya sendiri agak samar mengetahui tokoh wayang yang satu ini. Ada satu cerita yang saya tau, bahwa Dewi Drupadi merupakan istri seorang Yudhistira, ternyata cerita tidak sampai di situ. Karena cerita yang saya ketahui merupakan sebuah cerita Mahabarata versi jawa, yang disadur dari India. Alhasil mulailah saya mengingat dan mencari tau ttg sosok dewi yang satu ini.


Puteri cantik keturunan Dewi Api ini merupakan seorang anak dari Prabu Drupada yang merupakan raja kerajaan Pancala. Singkat cerita, Drupadi dijadikan hadiah sayembara lomba memanah yang diadakan oleh ayahnya. Para peserta dari seluruh negeri pun berkumpul mengikuti sayembara ini, termasuk para Pandhawa dan Karna.  


Para peserta pun mencoba untuk memanah sasaran di arena, namun satu per satu gagal.Karna berhasil melakukannya, namun Drupadi yang puteri seorang raja menolaknya dengan alasan bahwa ia tidak mau menikah dengan putera seorang kusir, padahal sebenarnya Karna merupakan anak dari Kunti yang juga ibu dari Pandhawa. Karna pun kecewa dan perasaannya sangat kesal. Setelah Karna ditolak, Arjuna tampil ke muka dan mencoba memanah sasaran dengan tepat. Panah yang dilepaskannya mampu mengenai sasaran dengan tepat, dan sesuai dengan persyaratan, maka Dewi Drupadi berhak menjadi miliknya. Pandhawa pun pulang dengan hadiah yang diperolehnya. Sesampai dirumah, tanpa mengetahui hadiah sayembara tersebut, Kunthi pun meminta agar hadiah tersebut dibagi secara rata kepada kelima Pandhawa. Ketika akhirnya tau, Kunthi pun tidak ingin berbohong dan menarik kata-katanya, akhirnya Drupadi pun menjadi istri Pandhawa. Drupadi bergiliran setiap setaun menjadi istri kelima Pandhawa tersebut. Drupadi memiliki keturunan dari kelima Pandhawa yang diberi nama Pancawala :
  1. Pratiwinda (dari hubungannya dengan Yudhistira)
  2. Sutasoma (dari hubungannya dengan Bima)
  3. Srutakirti (dari hubungannya dengan Arjuna)
  4. Satanika (dari hubungannya dengan Nakula)
  5. Srutakama (dari hubungannya dengan Sadewa)

Cerita yang saya paparkan tadi merupakan cerita versi India dimana memang poliandri menjadi hal umum disana. Namun ketika masuk ke daerah Jawa dimana hal ini tidak lazim, Drupadi menjadi istri Yudhistira saja. 


Demikian sekilas tulisan mengenai Drupadi, mungkin ada yang salah atau kurang tepat bisa didiskusikan lagi. Dunia Wayang memang selalu menarik :)

Danau Toba



Sebuah posting yang boleh dibilang terlambat....masih seputar cerita saya dari perjalanan ke Medan beberapa waktu yang lalu. Tidak puas rasanya ketika bertugas di kota ini tidak jalan-jalan ke sebuah objek wisata yang sudah dikenal banyak orang, Danau Toba. Sebuah Danau yang sudah terkenal dengan keindahannya dan merupakan danau terbesar di dunia. 

Memakan waktu yang cukup lama jika kita akan menuju Danau Toba dari Medan, kurang lebih sekitar 5 jam perjalanan dari kota Medan. Kami mulai perjalanan sore hari dari kota Medan dan sampai di Danau Toba tengah malamnya. Sejenak jalan-jalan disekitar penginapan namun akhirnya, kami memutuskan untuk tidur dan bangun di pagi hari untuk melihat matahari terbit.


Keesokan paginya kamipun bergegas melihat matahari terbit. Jam 6 pagi kami sudah keluar dari kamar dan mencari posisi yang pas untuk melihatnya. Namun ternyata, tempat kami kurang strategis untuk melihat matahari terbit, kamiupun berpindah tempat agak lebih tinggi demi bisa melihat matahari terbit di Danau Toba. Padang rumput dan semak belukar pun kami lewati ketika sudah sampai di daerah yang agak lebih tinggi. Sebuah pemandangan yang luar biasa melihat matahari terbit dari tempat ini :)




sesaat sebelum matahari terbit


Toba dari bukit


Setelah beberapa saat berfoto diatas.kamipun turun untuk meikmati keindahan danau, dan saarapan pagi..sayang, kita tidak sempat berkunjung ke P. Samosir karena terbatasnya waktu, mungkin lain kali kalo ada waktu akan berkunjung ketempat ini lagi :)

Pada kunjungan selanjutnya..saya berniat mengunjungi Brastagi, namun ternyata jalan menuju sana baru saja longsor..apaboleh dikata memang belom berjodoh jalan2 di kota Medan lagi :D Semoga nantinya bisa berkunjung kembali.

Horas !!









Jakarta - Medan



Jakarta, sebuah kota dimana banyak orang mencoba peruntungan nasib disana. Tidak sedikit orang yg menuju Jakarta untuk mengais rejeki. Jumlah pendatang pun semakin banyak, dan saya merupakan salah satunya. Meskipun pada awalnya tidak ingin berada di kota satu ini, tapi apa boleh dikata, nasib membawa saya kesini dan bekerja disini. Yang penting semua wajib disyukuri.

Setelah beberapa lama di Jakarta, memang semuanya terlihat padat dan kacau (*memang itu adanya haha). Dari macet, angkot atau kopaja yang cari penumpang berhenti sembarangan, orang nyebrang jalan kaya gak takut mati, dan pengemudi baik motor atau mobil yang kadang seenaknya. Ya itulah warna warni jakarta.


Menariknya memang di kota ini,dimana pusat ekonomi dan pemerintahan jadi satu, banyak sekali event yang jarang kita temui di kota lain, seperti festival film,seni ataupun yang lain. Informasi gampang sekali diperoleh di kota ini(* ya iyalah). Hal yang agak susah ketika kita berada di daerah, meskipun tidak semua kota, kurang event yang berkualitas, baik itu tentang pendidikan,budaya atau yang lain serta tidak jarang kita ketinggalan informasi meskipun sekarang kita berada di era internet. 

Beberapa hari yang lalu saya sempat berkunjung ke kota Medan, yang awalnya saya pikir berbeda dari Jakarta, ehh ternyata tidak jauh beda dari Jakarta, macet memang tidak separah Jakarta, dan memang semua kendaraan berebut melewati jalan, tapi macetnya "kacau" (bukannya macet emang selalu kacau ya??haha). Maksud saya, yang saya lihat kalau di Jakarta macet itu "sedikit" teratur, kendaraan masih sabar menanti(karena uda terbiasa kali ya?) nah kalo di kota Medan, susah ditemuin yang kaya gini. Ya itu sekedar pendapat saya yang baru 2x berkunjung ke kota Medan,  mudah-mudahan ada itikad baik dari pemerintah untuk membenahi masalah-masalah seperti ini, karena memang indikasinya kota-kota besar di Indonesia arah masalahnya saya pikir tidak jauh beda, macet, padatnya jumlah penduduk, dan kesejahteraan masyarakatnya. Untuk solusi dan penanganan, saya pikir sudah banyak ahli yang mampu untuk memecahkan masalah ini, tinggal mau atau tidak pemerintah untuk melakukannya?


Akhir kata, jadi ingat lagu "Siapa Suruh Datang Jakarta ? " Ya ini lah Jakarta dan orang2 yang memutuskan untuk bergelut didalamnya :)





Lifescapes

random thoughts and passion of my life

About Me

My Photo
bhagas
sleep deprived person
View my complete profile

Blog Archive